maniso93.wordpress.com
ilustrasiEmpat sehat lima sempurna bukan lagi ukuran untuk mencapai standar gizi dan kesehatan, terutama untuk anak-anak.
Selama ini masyarakat salah kaprah mengenai program makanan sehat tersebut. Seharusnya masyarakat juga memerhatikan jumlah kalori yang diberikan kepada anak, terutama anak usia sekolah.
Jumlah makanan ini berkaitan juga dengan porsi makan anak yang harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Keseimbangan antara makanan sehat dan jumlah inilah yang mengubah empat sehat lima sempurna menjadi makanan gizi seimbang.
Hal ini disampaikan Duta Millennium Development Goals (MDGs) Utusan Khusus Presiden Nila Djuwita F Moeloek dalam diskusi "Generasi Emas Bangsa berkat Gizi Sehat" di Hotel Acacia, Jakarta, Sabtu (22/1/2011). Diskusi ini mengangkat dampak kekurangan gizi anak sekolah dan penanggulangannya.
"Selama ini kan masyarakat tahunya ini sudah empat sehat lima sempurna. Ada nasi, lauk, sayur, buah, dan susu. Tapi, sudahkan mengatur jumlah makanan tersebut? Belum bisa dibilang kita makan dengan nasi dan ikan, tapi ikan asinnya satu saja. Atau, memberikan anaknya makan dalam porsi besar. Itu kan berarti belum memenuhi gizi seimbang. Anak jangan hanya dikasih makan. Kita harus tahu juga berapa kalori yang dibutuhkan untuk anak, " kata Nila.
Jumlah kalori yang dibutuhkan anak berbeda-beda. Anak usia sekolah yang belum memasuki masa puber membutuhkan 1.600-2.500 kalori per hari. Memasuki masa transisi menuju usia dewasa, sebagian besar anak perlu meningkatkan asupan kalori menjadi 2.500-3.000 per hari. Jumlah ini juga disesuaikan dengan aktivitas anak sehari-hari. Anak aktif tentu lebih banyak membutuhkan asupan kalori.
Nila menambahkan, pola makan masyarakat Indonesia juga harus diperbaiki untuk mencapai gizi seimbang. Selama ini masyarakat cenderung tergantung pada nasi. Bahkan pemerintah juga mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan akan beras. Padahal, di Indonesia yang kaya akan makanan, beras bisa digantikan dengan jagung atau ubi-ubian.
"Untuk memenuhi gizi juga tidak harus melulu nasi, daging. Kita kan juga bisa mengganti dengan ubi, jagung, dan masih banyak makanan pengganti yang lebih banyak mengandung protein tinggi, bagus untuk anak-anak. Daging juga bisa diganti dengan ikan. Banyak potensi, tapi sekarang tergantung orangtua, sudahkah memiliki pengetahuan gizi baik untuk anak," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi Tirta Prawita Sari mengatakan, orangtua dan anak perlu mendapat bimbingan dan pendidikan tentang gizi seimbang bagi anak-anak usia sekolah.
Selain itu, guru-guru di sekolah jangan hanya menekankan pada empat sehat lima sempurna, tetapi juga gizi yang seimbang dari makanan tersebut.
"Memang benar, anak jangan dikasih makan saja. Mereka juga perlu edukasi makanan sehat. Tahun 2011 ini di daerah Jabodetabek kami berencana memberikan pendidikan pada anak sekolah mengenai gizi seimbang. Mereka juga diajari cara membuatnya sehingga mereka bisa menjadi agen yang mengajarkan gizi seimbang kepada keluarga mereka di rumah, bukan lagi empat sehat lima sempurna," Tirta menegaskan.
Selama ini masyarakat salah kaprah mengenai program makanan sehat tersebut. Seharusnya masyarakat juga memerhatikan jumlah kalori yang diberikan kepada anak, terutama anak usia sekolah.
Hal ini disampaikan Duta Millennium Development Goals (MDGs) Utusan Khusus Presiden Nila Djuwita F Moeloek dalam diskusi "Generasi Emas Bangsa berkat Gizi Sehat" di Hotel Acacia, Jakarta, Sabtu (22/1/2011). Diskusi ini mengangkat dampak kekurangan gizi anak sekolah dan penanggulangannya.
"Selama ini kan masyarakat tahunya ini sudah empat sehat lima sempurna. Ada nasi, lauk, sayur, buah, dan susu. Tapi, sudahkan mengatur jumlah makanan tersebut? Belum bisa dibilang kita makan dengan nasi dan ikan, tapi ikan asinnya satu saja. Atau, memberikan anaknya makan dalam porsi besar. Itu kan berarti belum memenuhi gizi seimbang. Anak jangan hanya dikasih makan. Kita harus tahu juga berapa kalori yang dibutuhkan untuk anak, " kata Nila.
Jumlah kalori yang dibutuhkan anak berbeda-beda. Anak usia sekolah yang belum memasuki masa puber membutuhkan 1.600-2.500 kalori per hari. Memasuki masa transisi menuju usia dewasa, sebagian besar anak perlu meningkatkan asupan kalori menjadi 2.500-3.000 per hari. Jumlah ini juga disesuaikan dengan aktivitas anak sehari-hari. Anak aktif tentu lebih banyak membutuhkan asupan kalori.
Nila menambahkan, pola makan masyarakat Indonesia juga harus diperbaiki untuk mencapai gizi seimbang. Selama ini masyarakat cenderung tergantung pada nasi. Bahkan pemerintah juga mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan akan beras. Padahal, di Indonesia yang kaya akan makanan, beras bisa digantikan dengan jagung atau ubi-ubian.
"Untuk memenuhi gizi juga tidak harus melulu nasi, daging. Kita kan juga bisa mengganti dengan ubi, jagung, dan masih banyak makanan pengganti yang lebih banyak mengandung protein tinggi, bagus untuk anak-anak. Daging juga bisa diganti dengan ikan. Banyak potensi, tapi sekarang tergantung orangtua, sudahkah memiliki pengetahuan gizi baik untuk anak," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi Tirta Prawita Sari mengatakan, orangtua dan anak perlu mendapat bimbingan dan pendidikan tentang gizi seimbang bagi anak-anak usia sekolah.
Selain itu, guru-guru di sekolah jangan hanya menekankan pada empat sehat lima sempurna, tetapi juga gizi yang seimbang dari makanan tersebut.
"Memang benar, anak jangan dikasih makan saja. Mereka juga perlu edukasi makanan sehat. Tahun 2011 ini di daerah Jabodetabek kami berencana memberikan pendidikan pada anak sekolah mengenai gizi seimbang. Mereka juga diajari cara membuatnya sehingga mereka bisa menjadi agen yang mengajarkan gizi seimbang kepada keluarga mereka di rumah, bukan lagi empat sehat lima sempurna," Tirta menegaskan.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar