"Harus mencuci baju dengan tangan, mandi tanpa shower, dan memasak makanan lokal."
Pemuda asal Australia itu sesekali mengucapkan kalimat-kalimat pendek dalam bahasa Indonesia. Terbiasa berbahasa Inggris membuat dia sulit berkomunikasi dengan penduduk lokal, namun itu tidak menghentikan upayanya untuk berbaur.
Sudah hampir sebulan Nive - begitu dia dipanggil - tinggal di rumah keluarga Umar. Ia sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga sederhana itu. Nive bahkan tak merasa risih melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak dan membantu membersihkan rumah.
Ternyata ada bule-bule lain seperti Nive, yang juga berasal dari Australia. Belasan mahasiswa itu rupanya sedang mengikuti program pertukaran pemuda Australia - Indonesia (Australia Indonesia Youth Exchange Program/ AIYEP) di Wakatobi selama Januari 2011.
Bersama seluruh peserta program, baik dari Indonesia dan Australia, Nive harus beradaptasi dengan kebiasaan hidup keluarga yang mereka tumpangi. "Harus mencuci baju dengan tangan, mandi tanpa shower, dan memasak makanan lokal," katanya saat berbincang dengan VIVAnews.
Berbagai gaya hidup tradisional itu menyuguhkan pengalaman luar biasa bagi Nive. "Merasakan hidup simpel sungguh menarik. Hanya, saya sempat stres ketika tak ada akses internet, apalagi ketika saya mendengar daerah asal saya sedang dilanda banjir besar," kata mahasiswa asal Queensland itu.
Perbedaan bahasa tidak terlalu menjadi kendala. Setiap peserta asal Australia ditandem dengan peserta dari Indonesia di setiap rumah, yang bisa membantu menjadi penerjemah.
"Ini memudahkan peserta asal Australia mempelajari bahasa Indonesia, juga bagi keluarga yang ditumpangi belajar bahasa Inggris," Indah, peserta asal Padang.
Di Wakatobi, seluruh peserta AIYEP lainnya tak sekadar menumpang hidup di tengah keluarga baru. Mereka juga menjalankan serangkaian program pemberdayaan masyarakat yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, olahraga, pariwisata, dan lingkungan.
Bupati Wakatobi, Hugua, mengatakan bahwa seluruh peserta mendapat peran langsung sesuai arah pengembangan Wakatobi. "Bersama pemuda, pemerintah, dan tokoh lokal, mereka menyatu dengan program besar Wakatobi," kata Hugua, alumnus program AIYEP tahun 1986. (umi)
• VIVAnews
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar